Mandatory Spending

pengertian Madatory Spending




Mandatory spending adalah belanja atau pengeluaran negara yang sudah diatur oleh Undang-Undang. Tujuan mandatory spending ini adalah untuk mengurangi masalah ketimpangan sosial dan ekonomi daerah. Mandatory spending dalam tata kelola keuangan pemerintah meliputi hal-hal sebagai berikut:

1.    Alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN/APBD sesuai amanat UUD 1945 pasal 31 ayat (4);

2.    Alokasi anggaran Dana Alokasi Umum (DAU) minimal 26 persen dari penerimaan dalam negerineto sesuai dengan ketentuan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;

3.    Alokasi anggaran Dana Bagi Hasil (DBH) dengan perhitungan yang telah ditentukan sesuai dengan ketentuan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah;

4.    Alokasi anggaran kesehatan sebesar 5 persen dari APBN sesuai dengan ketentuan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;

5.    Alokasi anggaran untuk otonomi khusus sesuai dengan Undang-undang Otonomi Khusus Provinsi Aceh dan Papua masing-masing sebesar 2 persen dari DAU nasional.


Dasar Hukum

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan.


Alokasi anggaran pendidikan

    Ditjen Anggaran (08/07) - Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea ke-empat menyatakan bahwa salah satu tujuan Pemerintah Negara Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Bicara mengenai mencerdaskan kehidupan bangsa sangat erat kaitannya dengan pendidikan. Dengan semangat tersebut selanjutnya pada Pasal 31 ayat (4) menjelaskan bahwa Negara memprioritaskan anggaran  pendidikan  sekurang-kurangnya  dua puluh persen dari APBN serta dari APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

    Berdasarkan hal tersebut, sejak APBN TA 2009 Pemerintah telah melakukan pemenuhan mandatory anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945 tersebut. Alokasi yang cukup besar terhadap sektor pendidikan tersebut nampaknya telah membuahkan hasil setidaknya dengan membaiknya akses warga negara terhadap pendidikan. Hal ini terlihat dari penduduk yang bersekolah sebagaimana yang disampaikan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh OECD sebagaimana dikutip dari www.kemendikbud.go.id, pada tahun 2000 penduduk usia 15 tahun yang bersekolah pada jenjang SMP atau SMA hanya sebesar 39 persen. Sedangkan pada tahun 2018 angka tersebut meningkat menjadi 85 persen. Hal tersebut menjadi capaian yang cukup signifikan Pemerintah dalam bidang pendidikan. 

    Namun demikian, Pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah yang cukup menantang dalam hal meningkatkan kualitas pendidikan itu sendiri. Hal ini dikarenakan kualitas pendidikan Indonesia tampaknya masih memiliki gap yang besar dibandingkan dengan negara lain. Salah satu indikator yang dapat dijadikan ukuran tentang kualitas pendidikan yaitu dengan menggunakan nilai Programme for International Student Assessment (PISA). Sebagaimana dikutip dari www.kemendikbud.go.id, PISA merupakan sistem ujian yang diinisasi oleh OECD untuk mengevaluasi sistem pendidikan dari negara-negara di seluruh dunia. Dalam penilaian PISA, siswa berusia 15 tahun dipilih secara acak, untuk mengikuti tes dari tiga kompetensi dasar yaitu membaca, matematika dan sains. PISA mengukur apa yang diketahui siswa dan apa yang dapat dia lakukan (aplikasi) dengan pengetahuannya tersebut. Hasil penilaian PISA dikeluarkan tiap tiga tahun sekali. Nilai PISA terakhir dikeluarkan pada tahun 2018.  

    Sedangkan untuk anggaran pendidikan yang dialokasikan melalui pembiayaan, digunakan antara lain untuk mebentuk/menambah berbagai jenis dana abadi di bidang pendidikan, yang terdiri atas:

1. Dana Pengembangan Pendidikan Nasional

2. Dana Abadi Penelitian

3. Dana Abadi Kebudayaan, dan

 4. Dana Abadi Perguruan Tinggi


Belanja Wajib Pendidikan

Tahun 2017/2020



Alokasi anggaran Dana Alokasi Umum (DAU)

    pengalokasi Anggaran Infrastruktur sebesar 25% dari Dana Transfer Umum yang mencakup Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Kebijakan tersebut bertujuan agar belanja pemerintah daerah tidak hanya untuk belanja aparatur saja namun lebih kepada belanja yang ditujukan untuk pelayanan publik. 

    Melihat data belanja daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dari tahun ke tahun, belanja modal yang biasanya sebagai salah satu jenis belanja yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur persentasenya masih terbilang kecil jika dibandingkan dengan belanja pegawai serta belanja barang dan jasa.

    ada belanja APBD Tahun 2020, belanja modal pemerintah daerah yang terdiri dari provinsi, kabupaten, kotamadya hanya sekitar 18%. Angka tersebut jauh di bawah belanja pegawai yang mencapai 34% atau belanja barang dan jasa yang di kisaran 25%.

    Kewajiban pemenuhan belanja infrastruktur sebesar 25% dari Dana Transfer Umum (DAU dan DBH) memang menjadi tambahan beban bagi daerah sehingga menambah jenis belanja daerah yang telah ditentukan seperti belanja pendidikan, kesehatan serta Alokasi Dana Desa (ADD). Ketidakpatuhan daerah terkait pemenuhan belanja tersebut akan mendapatkan sanksi berupa penundaan DAU atau DBH sebagaimana yang termuat dalam Pasal 39 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum dan Dana Otonomi Khusus.

    Daerah yang telah memenuhi besaran alokasi belanja infrastruktur di APBD tahun 2019 mengalami peningkatan jika dibandingan pada tahun 2018 yaitu dari 248 daerah menjadi 354 daerah. Daerah yang belum mampu memenuhi kewajiban terkait pemenuhan belanja infrastruktur daerah hanya sekitar 34% dari total 542 pemerintah daerah. 

    Berdasarkan data APBD tahun 2019, provinsi yang telah memenuhi anggaran infrastruktur 25% dari Dana Transfer Umum (DAU dan DBH) sejumlah 29 provinsi dimana Provinsi Banten merupakan provinsi dengan alokasi persentase tertinggi yaitu 62,79%. Untuk kabupaten, ada 263 kabupaten. Kabupaten yang tertinggi mengalokasikan adalah Kabupaten Musi Rawas Utara, Provinsi Sumatera Selatan dengan 95,52%. Untuk kotamadya tertinggi dengan alokasi belanja infrastruktur dari DTU adalah Kota Batam dengan 52,84%.

    Data alokasi umum Dana Alokasi Khusus Fisik (DAK Fisik) sebesar Rp60,87 triliun, yang mencakup 6 (enam) Bidang DAK Fisik Reguler dan 12 (dua belas) Bidang DAK Fisik Penugasan, termasuk penambahan 2 (dua) bidang baru, yakni: (i) Bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan (ii) Bidang Perdagangan.

    Sedangkan untuk provinsi yang terendah mengalokasikan dan termasuk 5 daerah yang belum memenuhi kewajiban tersebut adalah Provinsi Papua hanya dengan 3,56%. Sebagai informasi, Provinsi Papua dan Papua Barat setiap tahun mendapatkan Dana Tambahan Infrastruktur (DTI) yang sebagian besar untuk pembangunan infrastruktur di Papua dan Papua Barat. Untuk tahun 2019, total alokasi DTI untuk Papua dan Papua Barat berjumlah Rp4,2 triliun.


Alokasi anggaran Dana Bagi Hasil (DBH) 

DBH sebagai salah satu instrumen fiskal untuk menjaga keutuhan NKRI melalui pembagian sumber penerimaan negara yang adil kepada daerah, baik yang berasal dari penerimaan pajak dan PNBP SDA untuk digunakan seluasluasnya demi kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.

Pembagian penerimaan Pajak dan PNBP Sumber Daya Alam oleh Pemerintah kepada daerah penghasil maupun daerah non penghasil yang berada dalam provinsi yang sama, untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Tujuannya adalah Untuk mengurangi kesenjangan vertikal antara pusat dan daerah (vertical imbalance) → Pembagian dengan porsi tertentu antara Pemerintah dan daerah penghasil dan Untuk mengurangi kesenjangan horizontal antar daerah (horizontal imbalance) → Pembagian secara merata untuk daerah lain yang berada di dalam provinsi yang sama dengan daerah penghasil.







ALOKASI DBH DALAM PERPRES APBN


PERTIMBANGAN: 

1. Pembagian alokasi DBH dalam APBN masih berasal dari perkiraan penerimaan negara 1 tahun kedepan, yang akan mengalami dinamika perubahan penerimaan negara pada tahun berjalan.

2. Alokasi DBH dan buffer fund/selisih lebih alokasi DBH tersebut akan disesuaikan kembali dg perkembangan realisasi penerimaan negara di tahun berjalan pada triwulan 3 melalui APBNP atau PMK, dan di triwulan 4 melalui PMK.

3. Dengan pengendalian alokasi DBH dimaksud dapat memberikan pertimbangan kepada pemda utk dapat menganggarkan DBH dalam APBD sebesar 100% dari yg ditetapkan dlm perpres.

4. Untuk menjaga kualitas belanja dan defisit APBD, krn sejak awal alokasi DBH yg sifatnya belum pasti sdh dikendalikan alokasinya.

5. DBH secara prinsip dialokasikan ke daerah berdasarkan realisasi penerimaan negara, karenanya hak daerah atas DBH tdk akan berkurang.


Dana Bagi Hasil DBH Tahun 2020

 

1. DBH, selain DBH CHT dan DBH DR, digunakan sesuai kebutuhan dan prioritas daerah dengan pemenuhan kewajiban mandatory spending 25% untuk belanja infrastruktur daerah yang terkait dengan pelayanan publik.

2. Penggunaan DBH dapat digunakan dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 dan dukungan terhadap program PEN di daerah.

3. Pada TA 2020 dilakukan percepatan penyelesaian KB DBH melalui optimalisasi penggunaan pagu DBH TAberjalan.

 

 Penyaluran DBHTA Berjalan

Dalam rangka percepatan penanggulangan dampak pandemi COVID-19, Dirjen Perimbangan Keuangan dapat mengusulkan kepada Menteri Keuangan relaksasi dalam penyaluran DBH TA berjalan berdasarkan penyebaran COVID-19 di daerah Usulan relaksasi penyaluran DBH TA berjalan, paling sedikit memuat:

❑ Daerah yang diberikan relaksasi penyaluran

❑ Jenis DBH yang diberikan relaksasi penyaluran, dan

❑ Jangka waktu pemberian relaksasi penyaluran

Dalam hal Menteri Keuangan menyetujui usulan relaksasi penyaluran DBH TA berjalan, relaksasi penyaluran DBH TA berjalan bagi daerah tersebut ditetapkan dengan KMK yang ditandatangani oleh Dirjen Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan. Dirjen Perimbangan Keuangan telah menyalurkan Kembali DBH kepada Daerah yang pada TW I dan II mengalami penundaan penyaluran DBH karena belum menyampaikan kelengkapan syarat salur seperti Berita Acara Rekonsiliasi dan menunda penyampaian syarat penyaluran DBH oleh Pemda Pada TW III dan TW IV berupa:

1. Berita Acara Rekonsiliasi

2. Laporan Kinerja COVID-19

 

Penyaluran KB DBH

Menteri Keuangan dapat menetapkan alokasi sementara KB DBH TA 2019 berdasarkan prognosis realisasi penerimaan negara yang dibagihasilkan TA 2019

Alokasi sementara KB DBH ditetapkan kembali secara definitif:

❑ Berdasarkan realisasi penerimaan negara yang dibagihasilkan Tahun 2019 dari laporan hasil pemeriksaan atas LKPP yang dikeluarkan BPK

❑ Memperhitungkan KB yang sudah disalurkan berdasarkan penetapan alokasi sementara Berdasarkan penetapan alokasi sementara dan/atau alokasi definitif KB DBH TA 2019, Menteri Keuangan dapat menyalurkan KB DBH TA 2019 dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara dan perkembangan penyebaran pandemi COVID-19 Penyaluran KB DBH TA 2019 ditetapkan dengan KMK yang ditandatangani oleh Dirjen Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan.


KEBIJAKAN DANA BAGI HASIL (DBH) TAHUN 2021

Melanjutkan Kebijakan pengelolaan DBH 

yang tepat waktu, tepat jumlah, dan akuntabel dengan memperhatikan proyeksi DBH berdasarkan realisasi DBH paling kurang 3 (tiga) tahun terakh

Melanjutkan kebijakan DBH Pajak

yang terkait dengan pembagian penerimaan PBB bagian pusat sebesar 10 persen secara merata kepada seluruh kabupaten/kota; menambah cakupan DBH PBB termasuk sektor lainnya, antara lain PBB perikanan dan PBB atas kabel bawah laut; serta penggunaan DBH CHT minimal 50% dengan prioritas pada bidang kesehatan untuk mendukung program JKN

Melanjutkan kebijakan DBH SDA

antara lain dengan menghilangkan earmarked 0,5% dari DBH SDA Migas untuk bidang pendidikan; mengalokasikan DBH Dana Reboisasi dari semula ke kabupaten/ kota penghasil menjadi ke provinsi penghasil sesuai UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Mengoptimalkan pemanfaatan DBH 

dalam rangka mendukung penanganan kesehatan, jaring pengaman sosial serta pemulihan ekonomi dampak Covid-19

Mempercepat penyelesaian Kurang Bayar DBH 

yang memperhitungkan lebih bayar DBH melalui optimalisasi alokasi DBH tahun anggaran berjalan dengan memperhatikan kondisi keuangan negara

Menyalurkan DBH 

berdasarkan realisasi penerimaan negara sesuai dengan kondisi keuangan negara, yang mempertimbangkan kinerja daerah dalam: mendukung optimalisasi penerimaan pajak; pemeliharaan lingkungan; dan penanggulangan dampak Covid-19.




Alokasi Anggaran Kesehatan

Pemerintah berkomitmen untuk memenuhi alokasi anggaran kesehatan sebeser 5% dari belanja negara, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Anggaran kesehatan tahun 2019 diarahkan untuk :
(1) percepatan peningkatan kepesertaan;
(2) peningkatan akses dan kualitas layanan program JKN;
(3) mendorong supply side melalui sinkronisasi pemerintah pusat dan daerah;
(4) mendorong pola hidup sehat melalui Germas;
(5) peningkatan nutrisi ibu hamil, menyusui dan balita, serta imunisasi;
(6) percepatan penurunan stunting melalui skema Program for Result (PforR); dan
(7) pemerataan akses layanan kesehatan melalui DAK Fisik dan pembangunan rumah sakit di daerah menggunakan skema KPBU.

Anggaran kesehatan dalam RAPBN Tahun Anggaran 2022 dialokasikan sebesar Rp255,3 triliun atau 9,4 persen dari total belanja negara. Hal ini jauh lebih tinggi dari amanat UU sebesar 5 persen dari APBN. Anggaran tersebut adalah untuk penanganan Covid-19 bidang kesehatan yang akan diperkirakan masih akan mencapai Rp115,9 triliun,” kata Menkeu dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pembahasan Rancangan Undang- Undang (RUU) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2022, beserta Nota Keuangannya

 



Pemerintah juga akan melanjutkan peningkatan kualitas anggaran kesehatan yang diarahkan untuk mendorong dan mendukung reformasi sistem kesehatan dalam bentuk transformasi layanan primer melalui penguatan Puskesmas, penguatan fungsi promotif dan preventif (termasuk pengendalian penyakit dan imunisasi). Kemudian, transformasi layanan rujukan juga dilakukan melalui peningkatan ketersediaan tempat tidur dan akreditasi Rumah Sakit, serta peningkatan layanan kesehatan, terutama di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan dan kepulauan

Transformasi ketahanan kesehatan dilakukan dalam bentuk peningkatan kemandirian farmasi dan alat kesehatan, serta penguatan ketahanan tanggap darurat. Selain itu, dilakukan juga peningkatan kualitas dan redistribusi tenaga kesehatan, serta pengembangan teknologi informasi dalam layanan kesehatan, seperti telemedicine dan digitalisasi layanan kesehatan.

Langkah reformasi sistem kesehatan diharapkan anggaran kesehatan dapat memenuhi aspek ketersediaan, keterjangkauan, dan mutu.


Daftar Beberapa Sumber Artikel

  1. Bahan Evluasi Mandos file PDF
  2. Mandatory Spending file PDF
  3. Evaluasi Kebijakan Keuangan file PDF
  4. Kebijakan Dana Bagi Hasil file PDF
  5. Anggaran Pendidikan Kemenkeu link website
  6. Dana Alokasi Umum Kemenkeu link website
  7. Anggaran Kesehatan Kemenkeu link website
  8. Mandatory Spending Kemenkeu link website
  9. Alokasi APBN Tahun Anggaran 2022 Kemenkeu link website
  10. Anggaran Kesehatan Dalam RAPBN 2022 Kemenkeu link website

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penyusunan Standar Satuan Harga (SSH)

Cara Penggunaan SSH Yang Baik